Kamis, 26 Agustus 2010

Alam nan indah di jawa barat




  Gunung Papandayan
Kian Cantik Setelah Meletus

       GARUT–Menjelajahi keindahan pesona alam Kabupaten Garut, Jawa
Barat, sepertinya tidak akan ada habisnya. Sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh pegunungan dan tiga gunung besar, yaitu  Gunung Cikurai, Gunung Guntur, dan
Gunung Papandayan.

Berbagai wisata alam pegunungan menawarkan berjuta pesona, seperti
Kawah Kamojang, Kawah Drajat, Kawah Talaga Bodas, dan Kawah
Papandayan, serta beberapa pemandian air panas alami, seperti di
Tarogong, Cipanas.

Salah satu objek wisata yang cukup terkenal adalah Gunung
Papandayan. Sejak meletus 12 November 2002 banyak yang menyangka
kawasan ini menjadi rusak, tapi rupanya letusan besar yang terjadi
di gunung setinggi 2.665 meter dari permukaan laut (mdpl) ini
justru membuat kawasan ini semakin indah. Tumbuh-tumbuhan meranggas
mulai kembali hijau, tumpukan material batu-batuan di
sekelilingnya, serta timbulnya beberapa kawah baru, menjadi daya
tarik tersendiri.
Beberapa kawah aktif yang terdapat di sana pada saat-saat tertentu
mengeluarkan suara seperti tiupan, bahkan ada kawah yang
mengeluarkan suara seperti air mendidih yang dimasak di dalam panci.
Kawasan Papandayan mempunyai luas 7.132 hektare (ha), terbagi
menjadi Cagar Alam (CA) dengan luas 6.807 ha dan Taman Wisata Alam (TWA)
seluas 225 ha. Untuk mencapai lokasi ini tidak terlalu sulit.
Pada 17 Maret 2007, kami tiba di Terminal Guntur, kemudian dengan
menggunakan angkutan kota menuju pertigaan Cisurupan, perjalanan
dilanjutkan dengan ojek sepeda motor. Tidak sampai 20 menit kami
sudah memasuki areal parkir TWA Papandayan. Waktu menunjukkan pukul
06.45 WIB ketika kami meninggalkan areal parkir. Papan petunjuk
bertuliskan ”Kawah 1 Km” menjadi pintu masuk menuju puncak
Papandayan.
Jalan setapak berhadapan langsung dengan jejeran warung di sekitar
areal parkir. Kami menyusuri jalan setapak tersebut yang berupa
batuan vulkanis. Di kiri kanan jalur, tanaman jenis cantigi terlihat
menghijau. Sesekali jalur menanjak dan melewati aliran air yang
membentuk sungai-sungai kecil bercampur belerang. Setelah berjalan
hampir satu jam kami sampai di areal kawah.
Apa yang kami lihat selanjutnya merupakan fenomena alam yang
menakjubkan. Dinding kawah berwarna putih keemasan tampak menyembul
di antara asap sulfatara yang keluar dari kawah Papandayan. Di
punggung puncak gunung ditumbuhi tanaman, sementara di kejauhan
tampak kerucut raksasa Gunung Cikurai.
Letusan besar pertengahan November 2002 ternyata makin mempercantik
Gunung Papandayan dengan bertambahnya beberapa kawah baru. Selain
itu, runtuhnya dinding kawah Bukit Nagrak membuat dinding ini
menjadi lebih besar dan indah dengan warna keemasan.

Pondok Salada
Puas menikmati kawah Papandayan, kami melanjutkan perjalanan menuju
areal Pondok Salada, salah satu tempat favorit untuk berkemah.
Setelah melewati areal yang ditumbuhi ilalang, kami melewati jalur
menurun sampai bertemu sebuah sungai kecil berair jernih tanpa
campuran belerang. Jalan yang kami lalui lantas kembali menanjak dan
berakhir di jalan berbatu yang cukup rapi. Tidak jauh setelah
mengikuti jalan berbatu tersebut ke arah kanan, kami akhirnya sampai
di sebuah pertigaan.
Dari pertigaan tersebut jalur ke arah kanan merupakan jalur
pendakian yang melewati Cileuleuy-Pengalengan, Bandung. Sepanjang
jalur tersebut akan lebih banyak melewati perkebunan penduduk.
Sedangkan jalur yang menuju Pondok Salada atau puncak Gunung
Papandayan berada di depan kami.
Kemudian perjalanan kami lanjutkan dengan mengikuti jalan setapak
yang menuju ke Pondok Salada. Sepanjang perjalanan tampak di kanan
kiri kami pohon-pohon jenis cantigi. Di lembah sebelah kiri tampak
air terjun kecil mengalir jernih. Tidak sampai setengah jam kami
sampai di areal Pondok Salada.
Selepas Pondok Salada, kami melewati jalur yang cukup terjal dan
berbatu-batu. Tidak lama setelah melewati tanjakan berbatu dan
memasuki areal yang tanahnya ditutupi debu vulkanis serta
batang-batang pohon yang meranggas, kabut tebal menyelimuti kami.
Jalan setapak sudah tidak jelas di antara batang-batang pohon yang
menghitam dan hamparan debu vulkanis.
Akhirnya kami sampai di areal yang sangat luas berupa tegalan atau
alun-alun. Areal yang dikenal sebagai Tegal Alur tersebut luasnya
sekitar 32 ha. Sebelum terjadi letusan, areal tersebut banyak
ditumbuhi tanaman edelweis, tetapi kini baru sebagian kecil yang
sudah mulai tumbuh kembali.
Ketika berjalan menyusuri alun-alun tersebut, tampak banyak jejak
hewan liar seperti babi hutan dan macan kumbang atau sejenisnya.
Selepas Tegal Alur kami menuruni lembah dengan melintasi sebuah
sungai kecil. Kemudian kami berjalan memasuki hutan yang tampak
gundul. Sesekali kami mencari jalur yang juga tampak tidak jelas.
Sampai akhirnya jalur mulai menanjak melewati punggungan. Jalur
menjadi makin menarik karena treknya cukup menantang.
Puncak Papandayan tidak begitu jelas karena tidak ada trianggulasi
(tiang petunjuk ketinggian sebuah gunung). Jadi agar puncaknya
tidak terlewat, Anda harus membawa GPS atau alitmeter (alat
pengukur ketinggian). Pemandangan kawah yang spektakuler sempat
kami nikmati dari beberapa tempat dari sisi punggungan.
Perjalanan turun dari puncak gunung dengan medan yang cukup terjal
dan hutan yang lumayan rapat terkadang sedikit menyulitkan kami
untuk menuruninya. Sesekali kami harus setengah tiarap untuk
menghindari ranting-ranting pohon. Setelah melewati beberapa jalur
yang kemiringannya mencapai 75 derajat, akhirnya kami sampai di
dataran luas yang ditumbuhi ilalang. Setelah menyeberangi sungai
kecil, kami menerabas ilalang. Dan 15 menit kemudian, sekitar pukul
17.00 WIB, kami sampai di belakang Pos Pendaftaran TWA Papandayan.
Setelah berjalan hampir delapan jam mendaki puncak Gunung
Papandayan dengan medan yang cukup bervariasi, bisa dipastikan
Gunung Papandayan kini telah siap untuk dijelajahi kembali.
Papandayan menanti Anda...

Penulis adalah moderator Highcamp The Adventures, guide
adventure–Mahameru Adventure, pegiat alam bebas.

 Oleh :
   Harley Bayu Sastha

1 komentar: